Perdagangan Luar Negeri

08.51

Perekonomian Indonesia #
PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Dosen Pengajar : Nicky Handayani, SE., MMSI


Teori Perdagangan Internasional
1.      Model Adam Smith
Model Adam Smith memfokuskan pada keuntungan mutlak yang menyatakan bahwa suatu negara akan dapat memperoleh suatu keuntungan mutlak dikarenakan negara tersebut mampu memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Menurut teori ini, apabila harga barang dengan jenis sama tidak memiliki perbedaan di berbagai negara maka tidak ada alasan untuk melakukan perdangan internasional
2.      Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi di mana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Selain itu, model Ricardian tidak secara langsung memasukkan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
3.      Model Heckscgher-Ohlin
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Paradoks Leotief yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang padat karya dibanding barang padat modal dan sebagainya.
4.      Model Gravitasi Perdagangan
Model gravitasi pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara 2 benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisis ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik dan kebijakan perdangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
5.      Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri.
Teori ini mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada aturan sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengendalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.

Perkembangan Ekspor Indonesia
Menurut KBBI, pengertian ekspor adalah pengiriman barang dagangan ke luar negeri. Barang dagangan yang dimaksud bisa berupa barang secara fisik ataupun jasa. Ekspor merupakan salah satu tolak ukur penting untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Dari kegiatan ekspor ini maka dapat terjamin kegiatan bisnis di sektor riil semakin terjaga. Produksi barang tidak hanya berputar di dalam negeri saja akan tetapi juga berputar di perdagangan Internasional. Oleh sebab itulah, dalam jangka panjang kegiatan ekspor dapat menjadi pahlawan devisa bagi pertumbuhan ekonomi negara.
Namun, menurut data yang didapat, perkembangan ekspor Indonesia mulai tahun 2011-2015 tidak mengalami peningkatan malah sebaliknya. Berdasarkan grafik di bawah ini, dalam kurun waktu 2011-2015, nilai ekspor Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya dari 203.496,60 juta US$ menjadi 150.252,50 juta US$ pada tahun 2015 yang lalu. Dapat disimpulkan, mulai dari tahun 2011-2015, penurunan nilai ekspor adalah sebesar 26,16%.

Perkembangan Nilai Ekspor Tahun 2011-2015 di Indonesia (juta US$)
1
Sumber: Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan 2015

Setiap negara selalu berusaha mengembangkan nilai ekspor dari komoditas ekspor unggulannya. Perkembangan ekspor sangat penting dalam upaya peningkatan pendapatan negara yang berdampak pada perkembangan ekonomi nasional. Sejak saat itu, ekspor menjadi fokus utama dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada substitusi impor ke promosi ekspor. Menurut BPS, komotidi unggulan ekspor indonesia adalah di sektor Non-Migas. Sedangkan, untuk sektor Migas sendiri, perkembangannya masih sangat jauh dibawah sektor Non-Migas.

Perbandingan Nilai Ekspor Migas Non-Migas 2011-2015 di Indonesia (juta US$)
2
Sumber : Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan 2015

Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 2017


Keterangan :
·         Nilai Ekspor Indonesia bulan Februari tahun 2017 sebesar USD12.574,5 juta, meningkat sebesar 11,2 persen dibandingkan pada metode yang sama tahun 2015. Begitu pula ekspor migas dan nonmigas mengalami kenaikan masing-masing sebesar 7,6 dan 11,5 persen (YoY).

·         Nilai impor Indonesia bulan Februari 2017 sebesar USD11.255,6 juta, meningkar sebesar 10,6 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun 2015. Impor migas mengalami peningkatan sebesar 116,0 persen, sementara impor non migas mengalami penurunan 2,5 persen (YoY).
·         Neraca perdagangan Indonesia Januari 2017 mengalami surplus USD1.318,9 juta, hal ini disebabkan karena surplus sebesar USD2.546,7 juta pada neraca perdagangan sektor nonmigas lebih besar dibanding defisit sebesar USD1.227,8 juta pada sektor migas.

Tingkat Daya Saing
Daya saing (competitiveness) merupakan kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi  persaingan internasional (sumber: OECD). Pada dasarnya tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan komparatif adalah suatu ukuran relatif yang menunjukkan potensial keunggulan komoditi tersebut dalam perdagangan di pasar bebas. Sedangkan konsep keunggulan kompetitif dimaksudkan untuk menghitung produksi minimal dan harga minimal dari suatu komoditi untuk dapat bersaing dengan komoditi lain. Selain kedua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan.
Keberhasilan dalam perdagangan internasional suatu negara dapat dilihat dari daya saingnya, daya saing ini merupakan suatu konsep umum yang digunakan didalam ekonomi, yang merujuk kepada komitmen terhadap persaingan pasar terhadap keberhasilanya dalam persaingan internasional. Daya saing telah menjadi kunci bagi perusahaan, negara maupun wilayah untuk bisa berhasil dalam  partisipasinya dalam globalisasi dan perdagangan bebas dunia. Survey yang dilakukan oleh International  Management Development (IMD) menunjukkan bahwa daya saing Indonesia dibanding 30 negara-negara utama, antara lain sebagai berikut:
1)      Adanya kepercayaan investor yang rendah (risiko politik,credit rating yang rendah, diskriminasi dalam masyarakat, sistem penegakan hukum yang lemah, penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak korupsi).
2)      Daya saing bisnis yang rendah sebagai akibat kualitas SDM yang rendah, hubungan perburuhan yang tidak harmonis (hostile),praktetk-praktek  bisnis tidak etis dan lemahnya corporate governance.
3)      Daya saing yang rendah (nilai-nilai dimasyarakat tidak mendukung daya saing dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah, produktivitas menyeluruh yang rendah).
4)      Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak patent dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih teknologi, kurang ahli teknologi informasi).

Dalam persaingan internasional khususnya didalam daya saing produk ekspor, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan (Amir, 2003:281), aspek tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Harga, dalam menawarkan sesuatu produk harga haruslah sama atau lebih rendah dari harga yang ditawarkan pesaing, atau biaya produksinya lebih rendah dari biaya produksi di negara tujuan. Dalam hal ini negara  pengekspor memiliki keunggulan komparatif.
b)      Mutu Produk, Mutu yang ditawarkan harus memenuhi atau sesuai dengan selera konsumen.
c)      Waktu Penyerahan, harus sesuai dengan situasi dan kondisi pasaran di negara tujuan. Keterlambatan pengapalan dan penyerahan barang dapat  berakibat fatal karena memungkinkan produk tersebut tidak lagi dipasarkan yang akhirnya dapat mengurangi selera dan permintaan akan  produk tersebut.

Daya saing Indonesia merosot dari peringkat ke-37 tahun 2016 menjadi peringkat ke-41 tahun 2017 dari 138 negara. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, dalam rangka meningkatkan daya saing, pemerintah akan meningkatkan kemudahan berbisnis. Kemendag juga mendorong desain untuk memberi nilai tambah terhadap produk sehingga harga produk dapat lebih tinggi di pasar ekspor dan berdaya saing. Untuk itu, pelaku usaha didorong mengembangkan desain produk dengan memanfaatkan Pusat Pengembangan Desain Indonesia. Melihat daya saing Indonesia dinilai masih rendah oleh IMD, perlu dilakukan penguatan strategi untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.

Contoh Kasus
Yogyakarta, 30 Maret 2017
Sumber: VIVA.co.id

Chairman of the Indonesian Tobacco Farmers Association (APTI), Agus Parmuji, said that the absence of regulation on tobacco import restrictions from the government has caused Indonesia to be flooded with imported tobacco. This at once kills tobacco production of Indonesian farmers.

"The import of tobacco from China, Turkey, the United States in one year reaches 335 thousand tons, while the production of Indonesian farmers reaches 235 thousand tons so that there is a difference of 100 thousand tons, but in fact, the production of tobacco farmers Indonesia is not absorbed," said Agus -a Regional Conference of APTI in Yogyakarta Special Region, Thursday 30 March 2017.

APTI feels that the rampant import of tobacco from abroad has threatened the sovereignty of tobacco in Indonesia plus the movement from overseas to consume nicotine and tar nicotine so the demand for tobacco to produce low nicotine and tar cigarettes is very high.

"Unfortunately, import duties on tobacco set by low government encourage higher tobacco imports," continued Agus.

Analisis
Ø  The government should regulate tobacco import so as not to harm the farmers.
Ø  The government should also increase the import cost of tobacco to reduce tobacco imports

Referensi





You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts