Perlindungan Konsumen dan Sengketa Ekonomi
06.13
Perlindungan Konsumen
Pengertian Perlindungan konsumen
Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak konsumen. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Asas Perlindungan Konsumen
Dalam Undang Undang Dasar Pasal 2 No. 8 Tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 ( lima) asas relevan dalam pembangunan nasional, antara lain asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen, serta asas kepastian hukum :
1) Asas manfaat dimaksudkan untuk menfaatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsuen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen sertapelaku usaha secara keseluruhan.
2) Asaas keadilan merupakan partisipasi seluruh rakyat dapat mewujudkan dengan maksimal serta memberikan kesempatan kepada para konsumen dan pelaku usaha untuk mendaptkan haknya dan melaksanakan keawajibannya secara adil
3) Asas keseimbangan adalah untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material ataupun spiritual.
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen untuk memberikan jaminan ataskeselamatan para konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau dipergunakan.
5) Asas kepastian hukum yang dimaksud agar baik pelaku usaha atau pun konsumen menaati hukum dan mendapatkan keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan Perlindungan konsumen
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian seorang konsumen untk melindungi diri sendiri.
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan konsumen dari akses negatif pengunaan barang dan jasa.
3) Meningkatkan perbedaan konsumen dalam memilih, menentukan, serta menuntut hak hak sebagai konsumen.
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi dan akses untuk memperoleh informasi
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, jadi tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6) Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha prosuksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, serta keselamatan para konsumen.
Contoh Kasus Perlindungan Konsumen
KASUS KOMIKA ACHO: YLKI Nilai Perlindungan Konsumen Properti Sangat lemah
07 Agustus 2017 , 12:11 WIB
Bisnis.com, JAKARTA-- Kasus pengaduan dan keluhan yang dialami Acho, komika bernama asli Muhadkly terhadap pengelolola apartemen Green Pramuka dinilai merupakan puncak gunung es dari maraknya kasus konsumen properti yang hak-haknya terabaikan.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI mengatakan, mengatakan pengaduan mengenai buruknya manajemen pengelola apartemen banyak sekali, di lokasi yang berbeda. Pengaduan penghuni apartemen dan perumahan, menduduki rangking kedua (18 %), dari total pengaduan di lembaganya itu.
Acho mengeluhkan mengenai biaya sewa, biaya izin renovasi, dan sertifikat yang tidak kunjung datang. Keluhannya ditulis dalam laman pribadi atau blog pada 2015, namun kemudian dipolisikan oleh manajemen. Acho kini berstatus tersangka pencemaran nama baik.
Tulus berpendapat setelah mencermati kasus Acho, YLKI tidak mendapatkan potensi pelanggaran yang dilakukan konsumen. Khususnya dalam perspektif UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurutnya apa yang disampaikan konsumen, adalah upayanya untuk merebut hak-haknya, yang diduga dilanggar oleh pelaku usaha, pengembang Green Pramuka.
"Bahwa konsumen kemudian menulisnya di media sosial, sebab dipandang pengaduan-pengaduan serupa sudah mampet, tidak mendapatkan respon memadai dari pihak managemen Green Pramuka. Terbukti pegaduan serupa sudah banyak diungkap konsumen, termasuk pengaduan konsumen ke YLKI, dan bahkan sudah diliput media," katanya (7/8).
Apa yang dilakukan konsumen sudah sesuai haknya yang diatur oleh UU Perlindungan Konsumen, bahwa konsumen berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya, Pasal 4. Termasuk menyampaikan keluhan dan pendapatnya via media masa, dan media sosial. Dia mengemukakan yang terpenting apa yang disampaikan konsumen fakta hukumnya sudah jelas, bukan fiktif (hoax), yang berpotensi fitnah.
Dengan demikian, lanjutnya, tindakan polisional oleh Green Pramuka pada konsumen, adalah tindakan yang berlebihan, dan bahkan arogan. Dan tindakan yang kontra produktif untuk perlindungan konsumen di Indonesia, yang membuat konsumen takut untuk memperjuangkan konsumennya secara mandiri.
YLKI mengecam segala bentuk kriminalisasi oleh dilakukan developer yang bertujuan untuk membungkam daya kritis konsumen. YLKI juga mengritik polisi, yang bertindak cepat jika yang mengadu adalah pihak pengembang, tapi bertindak lamban jika yang mengadu masyarakat.
Terhadap fenomena ini, YLKI meminta dan merekomendasikan beberapa hal. Pertama, agar Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta, dalam hal ini Dinas Perumahan, harus tegas menyikapi pelanggaran hak konsumen (penghuni) yg dilakukan oleh pengelola dan pengembang. Kementerian PUPR dan Pemprov DKI tidak bisa lepas tanggungjawab terhadap maraknya pelanggaran konsumen oleh pengelola/pengembang apartemen.
Kedua, YLKI mendesak Dinas Perumahan Pemprov DKI untuk proaktif memfasilitasi mediasi antara konsumen dengan developer, untuk dapat dicari penyelesaian di luar pengadilan (out of court setlement). Ketiga, mendesak Kementerian PUPR untuk mereview semua klausula yang dibuat oleh pengembang/pengelola, baik klausula dalam PPJB/AJB rumah susun dan klausula dalam kontrak pengelolaan. Klausul baku adalah hal yang dilarang dalam UU Perlindungan Konsumen.
Selanjutnya YLKI meminta menghentikan segala bentuk intervensi pengelola/pengembang dalam pembentukan P3SRS dan pengelolaan. Intervensi yg biasa dilakukan oleh pengelola biasanya melalui tekanan psikis, diskriminasi perlakuan, hingga perampasan hak konsumen. Pengelola idealnya ditunjuk dan dipilih oleh persatuan penghuni.
YLKI juga mendesak semua pengembang perumahan/apartemen untuk menjunjung tinggi etika dalam bisnis, dan mematuhi regulasi, termasuk regulasi dibidang konsumen, khususnya dalam berpromosi, beriklan. Jangan membius dengan janji-janji yang bombastis, irasional, dan bahkan manipulatif.
Sengketa Ekonomi
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan : Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat : Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan)
Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan) Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan) Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik) Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka. Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan
Penyelesaian Sengketa dengan cara Mediasi
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. Bertujuan mencapai kompromi yang maksimal
2. Pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win
3. Oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
Penyelesaian Sengketa dengan cara Minitrial
Hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. Setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation)
2. Sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
Contoh Kasus Sengketa Ekonomi
Aqua Vs Le Minerale, hingga BBM Masih Mahal di Papua, 5 Berita Populer Ekonomi APRILLIA IKA Kompas.com - 20/12/2017, 06:00 WIB
Kasus sengketa dagang antara dua merek air minum dalam kemasan (AMDK) di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencapai hasil final. KPPU akhirnya menyatakan produsen air minum dalam kemasan merek Aqua, PT Tirta Investama dan PT Balina Agung Perkasa selaku distributor, terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat pada sidang putusan yang berlangsung Selasa (19/12/2017). Sidang dengan kasus sengketa bisnis ini memang sebenarnya marak di Indonesia, sebab penegakkan hukum bisnis masih belum berjalan dengan semestinya. KPPu juga belum lelasa untuk mencermati setiap kasus, terkait kartel atau monopoli usaha, misalnya. Selain sengketa Aqua dan Le Minerale, masalah lain yang jadi sorotan yakni soal BBM satu harga di Papua. Sebelumnya ada yang menyebut bahwa BBM di Papua turun hanya saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan blusukan saja.
Aqua Vs Le Minerale, KPPU Nyatakan Aqua Bersalah Produsen air minum dalam kemasan merek Aqua, PT Tirta Investama dan PT Balina Agung Perkasa selaku distributor, terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat. Hal itu dinyatakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada sidang yang berlangsung Selasa (19/12/2017). "Menyatakan kedua terlapor (Tirta Investama/TIV dan Balina Agung Perkasa/BAP) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 Ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," ungkap Ketua Majelis Komisi Kurnia Sya'ranie.
Daftar Pustaka
- https://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen
- https://mardyantongara.wordpress.com/2013/04/16/perlindungan-konsumen/
- http://kabar24.bisnis.com/read/20170807/16/678679/kasus-komika-acho-ylki-nilai-perlindungan-konsumen-properti-sangat-lemah
- https://www.slideshare.net/defina/pengertian-sengketa-ekonomi
- https://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/20/060000426/aqua-vs-le-minerale-hingga-bbm-masih-mahal-di-papua-5-berita-populer-ekonomi
0 komentar